Wednesday, October 6, 2010

Tak Perlu Alat Bantu, Yang Penting Niat

Berhenti merokok memang tak mudah. Ada yang mencoba berhenti sekaligus, ada juga yang mencoba mengurangi perlahan-lahan. Yang jelas, pendorong utama untuk berhenti merokok harus berasal dari keinginan sendiri.

Mulyadi Tedjapranata, Dokter Umum sekaligus Direktur Medizone Clinic Jakarta mengatakan, ada berbagai macam cara untuk berhenti merokok yang diizinkan oleh dunia kedokteran. Contoh terapi yang diizinkan adalah nicotine replacement theraphy (NRT), terapi akupuntur atau hipnoterapi.

NRT berguna untuk menghilangkan rasa ketergantungan perokok terhadap nikotin. Jadi, pengguna NRT tidak perlu merokok untuk memenuhi ketergantungan pada nikotin. Karena tidak menghisap rokok, Anda bisa terbebas dari 4.000 zat yang dianggap berbahaya dalam rokok.

NRT ini banyak macamnya, contohnya nicotine patch. Bentuknya seperti koyo yang ditempelkan di kulit selama 24 jam. Patch menghabiskan waktu setidaknya tiga jam untuk memasukkan nikotin ke pembuluh darah. Ini berbeda dengan rokok yang memasukkan nikotin langsung ke paru-paru lewat asap.

Pemakaian nicotine patch dapat mengurang beberapa gejala utama kecanduan rokok atau disebut dengan craving. Macam-macam craving seperti gugup, mudah marah, mengantuk, dan kurang konsentrasi.

Untuk jangka pendek, keinginan berhenti merokok bisa ditunda dengan mengkonsumsi produk nikotin lain seperti permen karet bernikotin, inhaler, nasal spray, dan subligual tablet (lozenges).

Mulyadi bilang, pasien yang ingin berhenti merokok juga bisa dibekali dengan obat antidepresan. Namun, obat-obatan ini hanya bisa dikonsumsi atas pengawasan dokter. Sekarang, ada terobosan terbaru yaitu varenicline tartrate.

"Ini obat untuk membantu mengurangi craving yang hebat yang terjadi karena seseorang berhenti merokok," kata Mulyadi.

Obat ini juga bisa menghilangkan rasa nikmat dari rokok. Terapi lainnya yang bisa dilakukan adalah akupuntur dan hipnoterapi. Kedua terapi tersebut dibolehkan oleh ilmu kedokteran.

Nah, terapi yang tidak dianjurkan adalah terapi dengan menggunakan alat yang hisap juga. Elisna Syahruddin, Dokter dari Divisi Onkologi Toraks Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia (FKUI) dan Rumah Sakit Persahabatan, mengatakan, saat ini ada bejibun tawaran terapi dengan alat yang menyerupai rokok.

Contohnya adalah rokok rokok elektrik (e-cigarette) dan rokok herbal. Rokok-rokok jenis baru ini dipromosikan bisa menggantikan rokok konvensional yang berbahaya sehingga perokok tetap dapat menikmati proses merokok.

Menurut Elisna, meskipun berbeda dengan rokok biasa, rokok elektrik ini tetap membawa efek bahaya. Memang dalam pelbagai promosi menyebutkan rokok elektrik ini memiliki kelebihan tidak mengeluarkan asap sehingga risiko penyakit karena asap rokok bisa berkurang.

Namun, jangan lupa risiko lain masih tetap ada karena rokok ini tetap berisi nikotin. "Malah, tingkat nikotinnya bisa lebih tinggi daripada rokok biasa," kata Elisna.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah memberikan peringatan sejak Agustus lalu bahwa rokok elektrik berbahaya karena mengandung nikotin yang dihisap langsung oleh tubuh. Selain itu, rokok jenis ini juga menyimpan zat kimia lain kemungkinan berbahaya bagi tubuh. Hingga saat ini, BPOM masih belum mau mengeluarkan izin bagi peredaran rokok elektrik ini.

Selain rokok elektrik, ada juga tawaran rokok herbal untuk sebagai terapi berhenti merokok. Rokok ini konon tidak memiliki zat adiktif dan zat kimia yang berbahaya.

Namun, Elisna juga tidak merekomendasikan rokok ini. "Meskipun promosinya tanpa nikotin, rokok herbal masih berisiko karena tetap ada asap," katanya.

No comments:

Post a Comment